DEGRADASI LINGKUNGAN: SUATU IRONI DALAM PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN


Artikel ini disampaikan berdasarkan komentar pada artikel terdahulu yang masuk dari Soehartini Sekartjakrarini, Phd yang menyampaikan tulisan Chandra Malik dalam The Jakarta Globe (aslinya dalam bahasa Inggris) . Berikut ini sadurannya secara bebas.
Pengembangan kepariwisataan di suatu negara, pada umumnya bertumpu pada kekayaan, keanekaragaman, kekhasan lingkungan alam maupun budayanya, yang pada hakekatnya dinilai sebagai modal dasar pengembangan kepariwisataan. Oleh karena itu, pengembangan kepariwisataan yang tidak terkendali akan mengakibatkan “tercemar”-nya lingkungan tersebut – baik alam maupun budaya. Sekali alam dan budaya itu sudah tercemar, kepariwisataan pun mulai terancam keberadaannya. Ini suatu hal yang logis, mengingat motivasi “pariwisata alam dan budaya” akan memudar. Di sinilah letaknya ironi dimaksud.
Di satu sisi pengembangan kepariwisataan memerlukan lingkungan, – alam dan budaya -, sebagai modal dasarnya, di sisi lain kepariwisataan berpotensi untuk menimbulkan kerusakan lingkungan bahkan berpotensi sebagai “ancaman”.
Setidaknya Soehartini Sekartjakrarini, anggota Care Tourism – seorang ahli lingkungan, direktur eksekutif IDEA (Innovative Development of Eco Awareness) menyatakan bahwa jika suatu daerah mengembangkan kepariwisataannya, maka efek samping yang negatif bisa saja terjadi. Hutan, Continue reading